Walhi Kecam Konspirasi Pembebasan Lapindo

Firdaus Cahyadi
24 January 2008(SatuDunia, Jakarta) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)/Friend’s of The Earth Indonesia mengecam keras jika Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Timur melakukan rencananya untuk menghentikan penyidikan terhadap kasus semburan lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Jika rencana ini tetap akan dilakukan maka Walhi akan mengambil tindakan hukum atas hal itu.

Demikian ditandaskan oleh Direktur Eksekutif Walhi, Chalid Muhammad, Rabu (23/1), di Jakarta. Pernyataan keras Walhi ini terkait dengan pemberitaan berbagai media baik cetak dan elektronik atas pernyataan Kapolda Jawa Timur Inspektur Jenderal Herman Suryadi Sumawiredja, Rabu (23/1), yang berencana akan menghentikan penyidikan terhadap kasus semburan lumpur Lapindo. Ada tiga alasan yang disebutkan Kapolda, pertama, karena pihak kepolisian sulit menemukan alat bukti yang menguatkan dugaan bahwa semburan lumpur disebabkan pengeboran oleh PT Lapindo Brantas atau LBI, kedua, ditolaknya gugatan Walhi atas kasus ini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, ketiga, telah ada jaminan dari Lapindo untuk menyelesaikan pembayaran ganti rugi

“Alasan-alasan itu tidak bisa digunakan. Karena pada kenyataannya putusan atas perkara perdata Lapindo belum mempunyai kekuatan hukum tetap. Selain itu putusan atas perkara perdata Lapindo tidak bisa dijadikan sebagai dasar mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Lebih dari itu putusan atas perkara perdata Lapindo telah menimbulkan mental disturbance (tekanan mental) tidak saja bagi masyarakat korban juga bagi aparat penegak hukum. Seharusnya sensitivitas ekologis aparatur penegak hukum tidak terpengaruh,” tandas Chalid seraya mengingatkan bahwa ganti-rugi yang dijaminkan Lapindo tidak menghapus sifat pidana apalagi pidana khusus lingkungan hidup.

Karena itu Walhi, jelas Chalid lagi, mendesak Kapolri secara Pro-Justisia untuk pertama, segera mengambil alih penyidikan atas penanganan perkara Lapindo, kedua, melakukan gelar perkara secara terbuka dengan melibatkan lintas departemen, serta ketiga, segera melakukan klarifikasi atas pernyataan yang disampaikan oleh Kapolda Jawa Timur demi ketenangan umum dan kepastian hukum.

Senada juga diungkapkan oleh Kuasa Hukum Walhi atas kasus ini, Firman Wijaya. Menurutnya, jika aparat penegak hukum mempunyai kesungguhan dalam membela kepentingan masyarakat korban lumpur Lapindo, maka harusnya tidak ada kata menyerah untuk terus mencari dan menggali kebenarannya. Dalam kasus ini sesungguhnya alat bukti sangat kuat. Selama ini kepolisian telah tidak menggunakan kewenangannya untuk menyita dokumen-dokumen seperti (real time chart asli dan geolograf di hari kejadian) yang dapat menjadi bukti kuat bahwa penyebab terjadinya semburan lumpur adalah karena kesalahan eksplorasi Lapindo.

“Jika ada kesungguhan yang mendalam dan keberpihakan pada korban, aparat penyidik dapat menggunakan keterangan ahli yang mendukung terpenuhinya target penyidikan untuk dilanjutkan pada tingkat penuntutan. Apalagi penyidik telah menyatakan memiliki informasi atau petunjuk dalam kedalaman tertentu tidak dipasangannya casing (selubung bor) pada saat proses pengeboran (drilling) berlangsung. Dalam praktek hukum petunjuk merupakan alat bukti yang dapat membentuk keyakinan Hakim sesuai dengan Pasal 183 jo. 184 KUHAP,” tandas Firman.

Bahkan Kapolda Jatim seperti diberitakan harian Kompas, 25 Maret 2007, menyebutkan berdasarkan proses penyidikan dipastikan semburan lumpur Lapindo dipicu oleh aktifitas eksplorasi di sumur banjar panji-1 milik PT. Lapindo Brantas.

Menurutnya alasan lain yang menyebutkan bahwa tempat kejadian perkara telah hilang, menurut Firman lagi, jelas tidak bisa dijadikan argumentasi dalam menghentikan penydikan. Karena karena dalam pidana terlebih kasus pidana lingkungan hidup di samping lebih mengedepankan aspek dampak pencemaran dan/atau perusakan, maka penantuan locus delicti bisa diidentifikasi lebih luas dan masih dalam kompetensi dan yurisdiksi Kepolisian Daerah Jawa Timur.

Lebih jauh Firman secara detil menilai bahwa tidak sepatutnya putusan atas perkara perdata Lapindo yang membebankan tanggung jawab kepada Negara, menunjukan Negara ditempatkan sebagai atasan Lapindo atau superior responden. Apalagi tidak ada satupun pembuktian Negara berkontribusi di dalam kegiatan eksplorasi.(***)

Narasumber terkait :


Chalid Muhammad (Direktur Eksekutif WALHI) : 0811847163
Tim Kuasa Hukum :
1. Firman Wijaya, S.H., M.H (0818771909)
2. Nurkholis (081510690286)
3. Iki Dulagin (08153913179)

Tidak ada komentar: